Radio komunitas adalah stasiun siaran radio yang dimiliki, dikelola, diperuntukkan, diinisiatifkan dan didirikan oleh sebuah komunitas. Pelaksana penyiaran (seperti radio) komunitas disebut sebagai lembaga penyiaran komunitas.
Radio komunitas juga sering disebut sebagai radio sosial, radio
pendidikan, atau radio alternatif. Intinya, radio komunitas adalah
"dari, oleh, untuk dan tentang komunitas".
Perbedaan Radio Komunitas dengan Radio Swasta
Ada sejumlah perbedaan antara radio komunitas dengan radio swasta,
yaitu
tata cara pengelolaan dan tujuan pendiriannya. Pengelolaan radio
komunitas memperhatikan aspek keterlibatan warga atau komunitas. Tujuan
kegiatan penyiaran di radio komunitas melayani kebutuhan informasi
warganya sehingga keterlibatan mereka dalam merumuskan program sangat
penting.
Hal berbeda terjadi di dunia radio swasta. Lembaga ini berdiri
untuk meraih pendengar sebanyak-banyaknya sehingga aspek rating sangat
diperhitungkan sebagai ukuran gengsi radio. Hidup dan matinya radio
swasta terletak pada pemasukan iklan sehingga seluruh kreativitas diukur
dari segmen pasar yang disasar. Singkat kata, radio komunitas
mengutamakan kepentingan dan kebutuhan warga di wilayah tempat radio
tersebut sementara radio swasta diarahkan kepada segmen pasar.
Radio komunitas menyajikan tema-tema yang dibutuhkan warga setempat, acapkali bahasa yang digunakan oleh penyiar mengikuti dialek lokal dan kebiasaan berbicara setempat. Hal berbeda banyak radio radio swasta cenderung mengikuti gaya bicara orang kota (Jakarta) supaya terlihat modern dan gaul.
Perkembangan di Indonesia
Radio komunitas di Indonesia mulai berkembang pada tahun 2000. Radio komunitas merupakan buah dari reformasi politik tahun 1998 yang ditandai dengan dibubarkannya Departemen Penerangan
sebagai otoritas tunggal pengendali media di tangan pemerintah.
Keberadaan radio komunitas di Indonesia semakin kuat setelah disahkannya
Undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran.
Saat ini di Indonesia terdapat lebih dari 300 radio komunitas.
Radio-radio komunitas tersebut tersebar di seluruh wilayah Indonesia
yang sebagian di antaranya telah mengorganisasikan diri dalam
oraganisasi Jaringan Radio Komunitas Indonesia (JRKI), Jaringan
Independen Radio Komunitas (JIRAK CELEBES), Forum Radio Kampus Bandung,
dan lain-lain.
Jaringan Radio Komunitas Indonesia
Jaringan Radio Komunitas Indonesia (JRKI) dideklarasikan pada tahun 2002.
Di dalam organisasi JRKI terdapat jaringan radio komunitas daerah yaitu
JRK Sumatera Barat, JRK Sumatera Selatan, JRK Lampung, JRK Jabotabek
& Banten, JRK Jawa Barat, JRK Jawa Tengah, JRK Yogyakarta, JRK Jawa
Timur, JRK Bali, JRK Lombok, JRK Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat,
dan JRK Papua.
agenda utama JRKI adalah advokasi terhadap penyiaran komunitas di
Indonesia menuju demokratisasi penyiaran. Ketua JRKI Saat ini adalah
Sinam M Sutarno dengan sekjen Farida.
Radio komunitas sampai saat ini masih menghadapi kesulitan di
regulasi. Setelah mendapat pengakuan dari UU Penyiaran tahun 2002,
regulasi yang berada di bawahnya seperti Peraturan Pemerintah[1] yang mengatur lebih detail soal perizinan atau frekuensi masih belum mendukung perkembangan radio komunitas.
Peran dan fungsi
Radio
komunitas sebagai salah satu bagian dari sistem penyiaran Indonesia
secara praktik ikut berpartisipasi dalam penyampaian informasi yang
dibutuhkan komunitasnya, baik menyangkut aspirasi warga masyarakat
maupun program-program yang dilakukan pemerintah untuk bersama-sama
menggali masalah dan mengembangkan potensi yang ada di lingkungannya.
Keberadaaan radio komunitas juga salah satunya adalah untuk terciptanya
tata pemerintahan yang baik dengan memandang asas-asas sebagai berikut:
Hak asasi manusia
Bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat dan memperoleh informasi melalui penyiaran sebagai perwujudan hak asasi manusia
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dilaksanakan
secara bertanggungjawab, selaras dan seimbang antara kebebasan dan
kesetaraan menggunakan hak antarelemen di Indonesia.
Keadilan
Bahwa
untuk menjaga integrasi nasional, kemajemukan masyarakat dan
terlaksananya otonomi daerah maka perlu dibentuk sistem penyiaran
nasional yang menjamin terciptanya tatanan system penyiaran yang adil,
merata dan seimbang guna mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Pengelolaan, pengalokasian dan penggunaan spektrum frekuensi radio
harus tetap berlandaskan pada asas keadilan bagi semua lembaga
penyiaran dan pemanfaatannya dipergunakan untuk kemakmuran masyarakat
seluas-luasnya, sehingga terwujud diversity of ownership dan diversity of content dalam dunia penyiaran.
Informasi
Bahwa
lembaga penyiaran (radio) merupakan media informasi dan komunikasi yang
mempunyai peran penting dalam penyebaran informasi yang seimbang dan
setimpal di masyarakat, memiliki kebebasan dan tanggungjawab dalam
menjalankan fungsinya sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, kontrol serta perekat sosial.
Radio Based Community Development and Disaster Risk Reduction
Peran
radio komunitas telah dikembangkan menjadi sarana pengembangan
komunitas dan program pengurangan risiko bencana. Program ini
dikembangkan oleh Dompet Dhuafa Republika, sebuah lembaga pemberdaya
yang dikenal luas dalam upaya pemberdayaan masyarakar marjinal dan
penanganan bencana. Pada pelaksanannya Dompet Dhuafa bekerjasama dengan
radio komunitas dan RRI.
Sebagai Promosi Budaya Lokal
Radio komunitas memliki peran yang cukup penting dalam mempromosikan budaya lokal tempat radio komunitas didirikan.
Radio Primadona FM, Bayan, Lombok Barat menyelenggarakan acara Selemor Hate,
acara yang seluruhnya menggunakan bahasa dan lagu-lagu lokal dan menceritakan sejarah masa lalu desa dan wilayah setempat.
Sebagai Kontrol Pembangunan
Peran radio komunitas juga mempunyai fungsi kontrol terhadap kinerja pemerintah didaerah tempat radio komunitas didirikan.
Sebagai contoh, Radio Ampera 29,45 FM di Sekotong, dan Radio Rakola FM, di Labuapi,
Lombok menyiarkan beberapa berita temuan (hasil investigasi lapangan)
mereka terhadap pelaksanaan program-program pembangunan di wilayahnya,
terutama berkaitan dengan proyek-proyek dari luar (pemerintah,
bantuan luar negeri seperti PPK dan sebagainya).
Berita-berita yang dilansir terutama untuk memberikan informasi tentang perkembangan pembangunan wilayahnya,
termasuk membangun transparansi penggunaan dana program dan implementasinya di lapangan.
Diversivikasi Media Radio Komunitas
Untuk
melakukan mempererat hubungan dan tukar-menukar informasi antar radio
komunitas maka CRI (Combine Resource Institution) memperkenalkan sistem
informasi antar komunitas yang disebut dengan SIAR (Saluran Informasi
Akar Rumput). Sistem ini menghubungkan radio-radio komunitas melalui
teknologi internet sehingga selain siaran mereka juga meng-upload materi
siara melalui web suara komunitas[4].
Kendala Radio Komunitas
Keterbatasan Frekuensi dan Jangkauan
Radio komunitas saat ini hanya diperbolehkan beroperasi pada tiga kanal.
Menurut ketentuan Kepmenhub no 15 tahun 2002 dan no 15A tahun 2003
yakni di frekuensi FM 107,7 Mhz; 107,8 Mhz; 107,9 Mhz,
dengan jangkauan yang terbatas yaitu power maskimal 50 watt dan jangkauan layanan maksimal 2,5 km.
Minimnya Partisipasi Komunitas
Berkembangnya radio komunitas bak jamur di musim hujan.
Yang sangat terlihat jelas adalah banyaknya keinginan dari pihak luar
untuk mendorong agar komunitasnya tertarik untuk memiliki radio komunitas.
Banyak juga yang kemudian terjebak pada soal “keinginan” untuk mengangkat
agendanya sendiri ketimbang memfasilitasi dan mendorong komunitasnya
agar dapat mewujudkan radio komunitas.
Referensi
Pustaka
- Masduki, 2007. Regulasi Penyiaran: Dari Otoriter ke Liberal. Yogyakarta: Penerbit LKiS Yogyakarta.
- Rachmiatie, Atie, 2007. Radio Komunitas, Eskalasi Demokratisasi Komunikasi Jakarta: Simbiosa Rekatama Media.